Rabu, 10 Februari 2010

Serial Aluna : catatan caramel coffee

catatan caramel coffee
by R.E Ratri

Aaarggh…!!!
Tau bagaimana rasanya ingin marah tapi tak pernah mampu untuk melampiaskannya?
Tau bagaimana rasanya menunggu tanpa ada kepastian?
Tau bagaimana rasanya mencinta tanpa pernah merasakan balasan dari cinta?
Tanyakan itu semua padaku. Maka aku akan menjawabnya dengan segenap hatiku.

Duduk di sebuah kafe, ditemani secangkir ice caramel coffee, Aluna berusaha mendinginkan segala perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Ahh, kenapa sih ia tak pernah bisa marah. Kenapa sih kekesalan terhadap laki-laki itu Cuma bisa ia pendam sendiri. Ia tau seharusnya ia mengatakan padanya. Tentang perasaannya…
Aluna merasa dirinya bagai bersembunyi di balik topeng peri. Ia selalu saja bisa membuat orang lain yang sedang muram kembali ceria. Ia mampu membalikkan hujan menjadi cerah bagi orang lain. Tapi ia tak pernah bisa menjadikan dirinya sendiri lepas dari segala badai perasaannya.
Aluna hanya ingin dicintai. Terlalu beratkah sarat itu? Berkali-kali ia mempertanyakannya pada sang pencipta. Sang pemberi hidup yang memberikan karunia padanya bagai seorang peri yang turun ke bumi. Sering kali dalam doa ia menyisipkan pertanyaan, Tuhan kenapa aku hanya bisa membuat orang lain bahagia tanpa bisa merasakan kebahagiaan untuk diriku sendiri?
Tau bagaimana caranya menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya ketika kamu berhadapan dengan orang lain? Tanyakan padaku, karna aku akan menjawabnya. Aluna selalu menyunggingkan senyum, menebarkan kedamaian bagi orang-orang di sekitarnya. Padahal sesungguhnya hatinya tengah remuk karna kecewa.
Ia tak pernah meminta banyak, tak pernah ingin menuntut yang bukan haknya. Ia hanya ingin bahagia dengan segala yang ia miliki. Tapi entah kenapa kecewa selalu saja menghampirinya.
Makhluk itu, bernama laki-laki. Yang selalu membuat Aluna kecewa. Meninggalkannya tanpa ucapan selamat tinggal. Merengkuh keceriaannya kemudian mencampakkannya tanpa sedikit pun belas kasih. Aluna merenungi nasib…merasa dirinya menjadi perempuan yang paling bodoh di muka bumi ini.
Ia mengambil gelas ice caramel coffeenya. Kemudian menyesap sedikit demi sedikit cairan manis berwarna coklat melalui bibir mungil yang selalu membuat iri perempuan di sekitarnya. Hatinya kembali merasa damai, dingin karna campuran es yang menjalar sampai ke hati.

Di sudut lain, seorang laki-laki tengah memperhatikan Aluna. Sedari tadi tanpa sadar, Aluna tengah menjadi objek panca indera sang lelaki. Gadis itu telah membuatnya kagum. Segala keindahan fisik yang terpancar mampu membuat pandangannya tertuju padanya untuk sekian lama.
Siapa gerangan peri yang sedang memainkan batang sedotan dalam gelasnya itu? Mungkin selama ini tak pernah aku menyadari bahwa ada gadis seindah itu di sini. Di tempat yang selalu menjadi saksi kesendirianku, seperti saat ini. Sekali lagi aku ditinggalkan. Mereka semua, maksudku para gadis itu tak pernah satu pun ada yang tahan berlama-lama bersanding denganku.
Mereka semua takluk akan sikap egoisku sehingga memilih mundur teratur dan akhirnya menjauh dari kehidupanku. Sesungguhnya aku pun berusaha untuk memperbaiki segala kekuranganku. Namun tak pernah bisa aku menjadi manusia sempurna. Sekali waktu aku bertanya pada Nya, mengapa tak ada kesempatan bagiku untuk memiliki cinta yang abadi, cinta yang bisa menerima segala kekuranganku.
Tak pernah ingin aku menyalahkan sang pencipta, namun aku sudah mulai lelah. Lelah dalam pencarianku menemukan seseorang yang bisa menerima segala kekurangan dan mengubahku menjadi manusia yang lebih baik. Aku kembali jatuh cinta, hei apa ini cinta? Mungkin hanya kekaguman sesaat. Yah, aku tertawa dalam hati. Membayangkan akhir yang tak jauh berbeda dari kisah cintaku sebelumnya.
Masih terus memandanginya, aku ingin memastikan apakah masih ada cinta di balik kecewa yang selalu hinggap dalam diriku. Ahh, rasanya aku tak berhak mengharap atas keindahan itu. Keindahan dari gadis yang sedari tadi dipandanginya. Ditemani secangkir caramel latte ia hanya mampu menikmati dari jauh.

Cinta itu seperti kopi, pahit tapi dengan campuran gula atau cream maka ia akan menjadi manis. Aluna memandangi gelasnya yang sudah setengah kosong. Sepertinya hatinya yang juga kehilangan separuh. Masih kah ada lagi laki-laki yang akan mengisi separuh hatinya dengan pendar kebahagiaan?
Cukup sudah berharap atas hal yang bukan ditkdirkan untuknya. Aluna tau, ia tidak pernah berhak untuk bahagia atau kah sebenarnya ada skenario lain dari Nya, yang diciptakan khusus untuk Aluna?
Sesungguhnya ia membenci selalu berada di balik topeng peri. Ia juga manusia biasa, punya rasa amarah dan juga benci. Punya rasa cinta dan sayang. Ia mengucap janji dalam hati untuk tidak lagi membiarkan dirinya berkorban perasaan. Seperti yang selama ini dia lakukan dalam ikatan yang selalu membawa kecewa.

Fabian melihat gadis itu sudah akan beranjak dari tempat duduknya. Bagaimana ini? Haruskan aku menghampiri gadis itu? Ataukah aku biarkan saja kesempatan ini berlalu tanpa ada harapan untukku lebih bersemangat menjalani hari?
Peri, jangan pergi dulu. Aku belum lagi selesai menikmati keindahanmu. Serunya dalam hati. Namun tak pernah ia berani menyuarakan isi hatinya itu. Melalui tatapnnya ia mengantarkan kepergian sang peri.
Penyesalan selalu datang kemudian. Entah kapan ia bisa bertemu kembali dengan gadis itu. Mungkin jika Tuhan masih berbaik hati padanya maka ia akan kembali menemukannya. Dan jika Tuhan memberinya kesempatan itu, ia berjanji untuk tidak menyia-nyiaknnya.

Aluna setengah berlari di tengah rintik hujan yang mulai memainkan tarian alamnya. Ia melindungi kepalanya dengan payung sambil tergesa-gesa menuju tempat favoritnya. Seperti biasa, ia membutuhkan segelas caramel coffee dikala pekerjaannya memainkan suasananya hatinya.
Hujan semakin deras ketika ia sampai di tempat yang dituju. Seperti biasa, sore hari tempat ini tidak terlalu ramai. Namun Aluna melihat seorang laki-laki duduk sendirian di tempat yang biasa menjadi sudut favoritnya. Sebenarnya masih banyak kursi kosong yang bisa dipilih, hanya saja ia ingin berada di sana. Sungguh egois memang tapi tak mungkin ia mengusir pergi laki-laki itu. Ia memilih mengalah.

Fabian melihat gadis yang menyita pandangannya minggu lalu duduk tak jauh dari tempatnya. Ingin ia berteriak dalam hati memuji Tuhan yang telah mengabulkan doanya. Sepertinya janjinya tempo hari. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Terima kasih Tuhan, Kau lah pembuat skenario terbaik untuk film kehidupan.
Ia mengumpulkan segenap keberanian dan harapan yang ada dalam hati. Wajah gadis itu sedikit sendu. Ahh, apakah suasana hujan ini mempengaruhi hatinya? Semoga saja tidak. Aku mohon kembalilah tersenyum.
Denga memantapkan langkah fabian berdiri, mulai berjalan menuju sang peri yang tengah duduk memandangi suasana di luar jendela. Di tengah gemuruh suara jantungnya ia berdoa agar kehadirannya tidak mengusik ketenangannya.

“Hai….” Sapa fabian dengan kikuk.
Gadis itu hanya membalas dengan tatapannya. Fabian menunggu…sesaat tak ada reaksi. Oh tidak, ingin rasanya ia memilih untuk ditelan bumi.
“Boleh duduk?” Ia berusaha keras untuk membuat dirinya senyaman mungkin. Jika gadis di hadapannya masih tidak bereaksi lebih baik ia berubah jadi kucing atau apapun juga. Demi menutupi rasa malu.
Aluna memandang laki-laki yang ada di hadapannya. Laki-laki yang saat ia datang menduduki singgasana favoritnya. Setelah sesaat berpikir, akhirnya ia menyunggingkan senyum padanya.
Dia tersenyum! Ah, terima kasih sekali lagi, Tuhan. Fabian langsung mengambil posisi di hadapan gadis itu.
“Hai…Aluna” gadis itu memberikan tangan kanannya.
“Fabian…”sambutnya dengan penuh suka cita.
Masih ada cinta jika kita percaya…

diterbitkan di majalah cerita kita : pelangi di senin pagi

Pelangi di Senin Pagi
Oleh R.E Ratri

Senin pagi hanya datang sekali dalam seminggu. Hanya pagi ini lah aku dapat memandangmu dengan sesuka hati. Sebagaimana senin pagi yang lainnya, aku senantiasa menanti kedatanganmu di kelas ini. Berharap agar kamu menyapaku, menyebut namaku atau paling tidak bertanya tentang tugas padaku. Kuliah ini akan terasa cepat berlalu bagiku, karena hanya pagi ini lah kita berada dalam kelas yang sama. Sudah hampir tiga tahun aku berada di kampus ini dan sudah hampir satu tahun ini aku selalu memerhatikanmu.
Tak ada yang istimewa dengan dirimu pada awalnya, justru kesan pendiam dan dingin yang muncul saat pertama kali aku berkenalan denganmu. Tapi satu saat kita dipertemukan dalam satu kelompok pada satu mata kuliah. Maka dari situ lah perasaan ini berawal. Dalam hati, aku selalu berharap agar Tuhan mau membuatku selalu dekat denganmu. Dan selama satu tahun ini, itu lah yang terjadi. Kamu dan aku semakin dekat, selalu bersama walau mungkin menurutmu tidak ada yang istimewa dengan kedekatan ini. Tapi tidak begitu denganku. Yah, aku menyayangi dia yang tidak menyayangiku. Bukan masalah besar untukku, bagiku dapat melihatmu setiap hari sudah merupakan suatu kebahagiaan tersendiri.
Namanya Candra...dalam kamus latin artinya gemerlapan. Mungkin banyak orang yang tidak setuju dengan hal tersebut. Yah, dia adalah cowok yang jarang menunjukkan perhatian pada orang lain. Kata Marlin, sahabatku dia tidak pernah bisa empati terhadap orang lain. Cowok aneh yang tidak punya perasaan, begitu kata Ranisa, sahabatku yang lain. Namun, bagiku dia tetaplah Candra, yang memberikan cahaya padaku. Memberikanku semangat untuk selalu semangat kuliah walaupun sebenarnya kadang aku merasa malas. Seperti saat ini, dia memberiku semangat di senin pagi walaupun dia tidak dan mungkin tidak akan pernah menyadarinya.
Aku masih duduk di bangkuku, memandang ke arah pintu dengan setia menunggumu masuk ke dalam kelas. Tidak berapa lama kemudian, kamu datang. Dengan gayamu yang khas, masuk ke dalam kelas dengan santai. Aku sedikit berharap agar kamu mengambil tempat duduk di sampingku. Dan ternyata...thank’s God, kamu duduk di kursi kosong di sampingku. Seperti biasa, tanpa ada kata selamat pagi atau senyum padaku kamu langsung mengeluarkan bukumu. Ingin rasanya aku mengucapkan selamat pagi atau bertanya apalah sekedar untuk berbasa –basi denganmu.
Kamu memandang ke arah dosen yang sedang memulai kuliah, kemudian berpaling kepadaku. Bertanya mengenai apa yang menjadi tugas kami untuk hari ini. Tahukah kamu kalau saat itu juga aku merasa ada yang bergetar di hatiku? Aku pun menjawab sambil tersenyum, walau begitu kamu tak kunjung memberikan senyum selamat pagimu untukku. Yah, memang seperti itu lah kamu. Aku tak tahu apa yang membuatku selalu ingin dekat denganmu, padahal kamu hampir tidak pernah peduli padaku. Mungkin saat ini, seiring dengan pergantian semester dan kita hanya satu kelas pada satu mata kuliah kamu pun lupa bahwa semester kemarin pernah dekat dengan seorang cewek bernama Pelangi Matahati, yaitu aku...
Nama yang aneh mungkin, tapi begitu indah bila mengetahui filosofinya. Pelangi datang setelah hujan atau badai, memberikan warna – warni ke dunia. Membuat orang – orang yang bersedih tersenyum bila melihatnya. Maka aku pun ingin seperti pelangi...memberikan kebahagiaan pada semua orang dimana pun aku berada. Dan mudah – mudahan aku dapat menjadi seperti pelangi dalam menjalani hidup ini.
Aku berusaha berkonsentrasi pada apa yang dijelaskan oleh dosen, tapi rasanya aku tidak bisa fokus mendengarkan. Kepalaku seperti berdenging, terasa pusing sekali. Belakangan ini aku sering sekali mengalami hal ini, membuatku merasa benar – benar terganggu. Dengan segala kegiatanku di himpunan dan kegiatan sosial serta kuliah aku tidak ingin sakit kepala ini menghambat semuanya. Aku ingin menjadi pelangi... Kucoba menepis rasa sakit ini dan kembali berusaha mendengarkan kuliah pagi ini. Aku tak ingin orang lain mengetahui apa yang kurasakan. Sebelum kuliah berakhir, dosen meminta kami untuk membentuk kelompok untuk tugas akhir. Terima kasih Tuhan karena telah mengizinkanku untuk berada satu kelompok denganmu...

Namun, ternyata aku tidak sempat merasakan indahnya mengerjakan tugas kuliah bersamamu. Tuhan telah memilihkan jalan-Nya untukku. Saat itu...hari sabtu yang kelabu untukku. Saat itu aku sedang memimpin kegiatan bakti sosial di daerah kampung – kampung di sekitar kampus kita. Aku begitu bersemangat melakukannya, apalagi hari itu kamu pun ikut sebagai sukarelawan dari jurusan kita. Ketika sedang semangat membagi – bagikan barang sumbangan kepada masyarakat sekitar di bawah teriknya sinar matahari, aku merasakan kembali sakit di kepalaku. Kali ini lebih sakit dari sebelumnya, aku benar – benar tidak tahan lagi hingga akhirnya aku jatuh pingsan.
Selanjutnya yang kuingat, aku berada di kamar sebuah rumah sakit. Dan kenyataan yang kuterima kemudian benar – benar menghancurkan perasaanku. Ternyata sakit kepala yang selama ini kualami adalah radang selaput otak dan saat ini sudah mencapai stadium akut. Saat itu aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, satu – satunya yang bisa kulakukan hanya berserah diri pada-Nya. Keesokannya dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Orang tuaku tampak pasrah dengan apa pun yang akan terjadi, walau begitu mereka juga terlihat sangat sedih. Begitu juga dengan Marlin dan Ranisa, sahabat – sahabatku. Hal yang membuatku tetap bahagia saat itu adalah kamu pun hadir diantara mereka. Maka dengan kekuatan dari orang – orang terdekatku aku bersedia untuk dioperasi. Tapi...seperti yang kukatakan sebelumnya, Tuhan telah memilihkan jalan-Nya untukku. Nyawaku tidak berhasil diselamatkan...

Dan hari ini adalah hari senin pagi, seminggu setelah kepergianku. Aku duduk di bangku paling belakang yang aku yakin tidak akan mau diduki oleh mahasiswa. Seperti biasa aku menunggu kedatanganmu dengan setia. Aku tidak ingin disebut ‘gentayangan’ di kelas ini, karena aku toh sama sekali tidak bermaksud untuk mengganggu siapa pun. Tidak berapa lama kemudian, kamu datang. Masih dengan gaya yang sama yang aku rindukan selama ini. Kamu duduk tepat di kursi di hadapanku. Kamu pasti tidak tahu bahagianya aku saat ini.
Aku tidak tahu apakah kepergianku berpengaruh dalam hidupmu. Ah, aku rasa tidak. Aku bukan siapa – siapa untukmu, maka aku tidak seharusnya berharap begitu. Aku terus memerhatikan punggunggmu dari belakang. Hey! Kamu tidak mendengarkan penjelasan dari dosen. Ada apa denganmu, Can? Aku melihatmu mengeluarkan kertas dan menulis sesuatu di sana. Aku penasaran ingin melihat apa yang kamu tulis, tidak mungkin catatan kuliah karena dosen ini selalu memberikan lay out slide bahan kuliahnya. Aku pun memutuskan untuk menunggu kuliah berakhir.
Ketika kuliah berakhir, aku melihatmu meninggalkan kertas itu di kursi yang kamu duduki sebelum meninggalkan ruang kelas ini. Aku mengambil kertas itu lalu membaca tulisan yang tertera di sana.

Untuk Pelangi...
Senin pagi ini berbeda dari biasanya, begitu juga dengan senin – senin pagi yang akan datang. Terasa ada yang hilang di kelas ini, namun aku masih bisa merasakan auramu di sini, begitu hangat dan dekat denganku. Seperti sedang memerhatikanku walau aku tahu itu tidak mungkin. Pelangi kamu memang seperti pelangi...di saat – saat terakhirmu pun kamu pergi ketika sedang menolong orang lain. Namun, kadang kamu lupa kalau pelangi pun bisa pudar, mengapa kamu memilih menanggung rasa sakit itu sendiri? Aku bodoh karena tidak sempat jujur padamu...Pelangi...aku merindukanmu...

Sabtu, 30 Januari 2010

diterbiktan di majalan teen: reinkarnasi biru

REINKARNASI BIRU
Oleh R. E Ratri

Senja sudah hampir sempurna di ujung langit sana. Aku masih termenung di taman belakang rumahku. Memandangi gundukan tanah di hadapanku sambil sesekali terisak. Entah sudah berapa kali mama berteriak memanggil namaku, menyuruhku segera masuk rumah. Aku masih saja berdiri di tempatku. Langit semakin gelap. Aku kembali teringat kenangan akan Biru. Sore-sore begini biasanya aku mengajaknya masuk ke rumah. Memberinya makan dan bermain sebentar sebelum mama menyuruhku mengeluarkannya dari rumah kami. Biru adalah teman setia bagiku. Di kala sedih dan senangku dia selalu ada menemaniku. Tapi Biru sudah mati. Kecelakaan yang menimpanya tadi siang membuat beberapa tulangnya patah. Ia hanya sanggup bertahan beberapa jam saja selanjutnya ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Biru, anjing kesayanganku sudah mati. Kini tak ada lagi yang akan menyalak riang menyambut kedatanganku kala pulang sekolah. Tak ada lagi yang akan mengibaskan ekornya di kakiku kala aku sedih. Untuk terakhir kalinya sebelum aku masuk ke dalam rumah aku mengucapkan selamat tinggal pada Biru.
“Ya ampun, Cy. Lo mau sampai kapan sih merana kayak gitu?” ujar Tara sahabatku saat kami sedang berada dalam kelas menunggu bel masuk.
Aku tertunduk lesu sambil merebahkan kepalaku di atas meja.”Anjing gue mati, Tar,” ujarku masih dengan posisi kepala di atas meja.
“Iya, gue tahu anjing kesayangan lo itu mati. Terus mau gimana lagi? Emang dia bisa hidup lagi apa kalo lo males-malesan kayak gitu? Pliz deh Ecy...yang mati itu kan anjing lo bukan pacar lo.”
Aku kembali melamun. Memang sih yang mati itu Cuma seekor anjing kampung. Tapi buatku Biru bukan sekedar anjing biasa. Aku menemukannya meringkuk di depan rumahku. Saat itu hujan turun dengan derasnya. Aku kasihan padanya lalu membawanya ke rumah. Awalnya sih mama gak suka aku membawa anjing kotor ke rumah. Tapi setelah kubersihkan dan diberi makan ternyata anjing itu lumayan lucu. Bulunya berwarna putih dan coklat, ekornya yang panjang mengibas-ngibas dan matanya memandangiku seolah mengharapkan belas kasihan dariku. Dan karena aku terlanjur sayang padanya aku pun memberinya nama Biru. Memang sih bukan nama yang lazim disandang oleh seekor anjing. Semua itu lantaran aku waktu itu ngefans banget sama Tora Sudiro dalam film Banyu Biru. Mama yang tadinya tetap tidak setuju aku memelihara anjing akhirnya luluh juga melihat kegigihanku untuk merawat Biru. Aku berjanji pada mama dan semua orang rumah kalo Biru tidak akan merepotkan. Aku sendiri yang akan mengurusnya. Ah, lagi-lagi aku teringat pada Biru. Mungkin kata-kata Tara ada benarnya juga. Biru kan bukan pacarku, tapi tetap saja aku sedih kehilangan Biru.
Seminggu sudah Biru pergi meninggalkanku. Aku sudah bisa bersikap normal lagi. Tara sampai mau bikin selamatan karena aku sudah bisa menerima kepergian Biru.
“Akhirnya, Cy. Lo sembuh juga dari sindrom sedih karena ditinggal anjing peliharaan. Kayaknya perlu nih kita bikin selamatan,” ujar Tara.
“Berlebihan banget sih, lo. Memangnya gue lagi ulang tahun apa sampai pake selamatan segala?”
“Eh, siapa nih yang ulang tahun? Gue denger ada yang mau selamatan?” Aldi, ketua kelas kami tiba-tiba ikut nimbrung.
“Bukan, Di. Gak ada yang ulang tahun. Selamatannya si Ecy yang udah sembuh dari Sindrom Sedih Karena Ditinggal Anjing Peliharaan.”
Aldi mengerutkan dahinya.”Memangnya ada ya penyakit kayak gitu?”.
“Yah, lo malah anggap serius lagi. Ini sih bisa-bisanya si Tara aja tuh, gue baik-baik aja kok. Dan lagi gak ada yang bakal selamatan!” ujarku sambil menginjak kaki Tara, tak peduli ia mengaduh kesakitan. Salahnya sendiri menyebar gosip yang tidak-tidak tentangku. Apalagi mengingat Aldi itu tipe cowok yang doyan gosip. Entah dapat insight darimana Pak Dudi, wali kelas kami memilihnya sebagai ketua kelas.
“Eh, gue punya kabar nih,” ujar Aldi semangat.”Kata Pak Dudi tadi di kelas kita bakal ada anak baru.”
Nah, terbukti kan fakta bahwa Aldi ini doyan banget ngegosip. Kayaknya sih dia bakalan cocok banget deh kalo dipasang jadi pembawa acara infotainment di TV.
“Oh ya? Cewek atau cowok, Di? Pindahan darimana? Cakep gak?” tanya Tara bertubi-tubi. Nah, kalo Aldi ketemu Tara udah kayak bensin ketemu api deh, langsung klop. Buktinya mereka langsung asyik bergosip sampai bel masuk kelas berdering. Semua anak kembali ke tempat duduknya masing-masing. Ngomong-ngomong anak barunya seperti apa ya?
Pelajaran pertama hari itu adalah matematika. Pak Dudi minta izin pada Bu Tia untuk masuk kelas karena hari itu bakal ada anak baru yang menjadi personil tambahan kelas XI IPA 2. setelah berbicara dengan Bu Tia, Pak Dudi menyuruh murid baru itu masuk. Wow, ternyata murid barunya cowok. Lumayan cakep, tinggi lagi. Tipe pemain basket gitu deh. Di sampingku Tara menatap anak baru itu tanpa berkedip sedetik pun. Untuk urusan cowok cakep Tara sih emang gak bakal ketinggalan.
“Hai, namaku Al Biru Satria. Pindahan dari Bandung, ayahku dipindahtugaskan ke Jakarta....”ujar murid baru itu memperkenalkan diri di depan kelas.
Apa? Siapa namanya dia bilang tadi?
“Panggil saja aku Biru...”
Biru? Namanya Biru! Kok bisa sama dengan nama anjing peliharaanku ya. Aku sibuk dengan pertanyaan dalam benakku. Anak baru itu sudah duduk di kursi kosong di samping Aldi. Bu Tia mulai mengajar dan...auw, Tara menyikut lenganku.
“Apa sih?”
“Cy, lo jangan berpikiran yang enggak-enggak ya!”
“Maksud lo apa, Tar?”
“Jangan bilang kalo lo mikir si Biru anak baru itu sebagai jelmaan dari Biru anjing peliharaan lo.”
Aku bengong. Tadinya sih aku gak kepikiran ke situ tapi gara-gara omongan Tara aku jadi kepikiran deh. Ah, ngaco banget si Tara. Gak mungkin lah Biru itu jelmaan anjing peliharaanku. Jelas-jelas yang satu manusia seutuhnya dan yang satu lagi anjing. Aku pun menepis jauh-jauh pikiran itu.
Pulang sekolah biasanya aku pulang bareng Tara tapi ternyata hari ini ia ada latihan nari. Yah, pulang sendiri deh. Baru saja aku berdiri dari kursiku ketika Biru menghampiriku.
“Hai!” ujarnya santai.
“Eh, hai juga,” ujarku sedikit kaget. Kami belum sempat berkenalan secara resmi. Tadi siang Biru sibuk melayani sesi tanya jawab dari anak-anak kelas.
“Kamu Tresy kan?”
Aku mengangguk. Wah, dia tahu namaku.
“Ada yang bisa gue bantu?”
“Sory, lo buru-buru gak? Gue mau nanya, di sekitar sini ada pet shop gak yah?”
“Pet shop?” aku bertanya balik.
“Iya, toko hewan peliharaan,” ujar Biru lagi.
Ya ampun, pasti dia bakal nganggep aku cewek bodoh deh. Masa pet shop aja gak tahu artinya apa. Padahal tadi aku bengong bukan karena gak tahu arti pet shop tapi aku bingung aja diantara anak-anak kelas kami kok dia milih nanya sama aku. Memang di mukaku ada tulisan pet shop-nya ya?
“Oh, iya gue tahu kok tapi kok lo nanyanya sama gue?”
“Kata Aldi lo punya anjing jadi pasti tahu dimana pet shop terdekat. Tadi gue udah nanya beberapa orang tapi gak ada yang tahu.”
Sialan si Aldi, mentang-mentang punya anjing eh pernah punya anjing kan bukan berarti gue tahu dimana pet shop terdekat. Duh, jadi teringat sama Biru deh. Maksudnya Biru anjingku.
“Wah, gue sih emang pernah punya anjing. Tapi kalo pet shop deket sini gue gak tahu. Biasanya sih gue ke pet shop deket rumah. Memang kamu mau cari apa?”
“Gue mau beli makanan anjing. Rumah lo jauh dari sekolah?”
“Gak juga sih. Dua puluh menit kalo naik mobil, empat puluh lima menit kalo naik kendaraan umum.”
Setelah berpikir sejenak akhirnya Biru memutuskan untuk pergi ke pet shop deket rumahku. Terang aja dia milih pergi bareng aku, dia belum tahu Jakarta dan lagi ternyata untuk sementara Biru ke sekolah diantar jemput oleh supir papanya. Jadilah aku ketiban bahagia karena hemat ongkos lantaran pulangnya dianter.
Sejak kejadian mengantar Biru ke pet shop beberapa hari yang lalu kami jadi semakin akrab. Biru punya sepasang anjing hadiah dari tantenya yang punya salon kecantikan khusus hewan. Buset, jaman sekarang binatang juga tentunya gak mau kalah dengan manusia. Biru juga udah tahu kalo aku dulu pernah punya anjing yang namanya Biru. Bukannya marah dia malah ketawa mendengar namanya dinobatkan sebagai nama anjing.
“Jadi lo kasi nama anjing lo itu kayak nama gue?”
“Iya, abisnya waktu itu gue suka banget sama film Banyu Biru.”
Biru tertawa.
“Kok lo ketawa sih?”
“Abisnya gak umum aja anjing namanya Biru haha....”
“Justru itu, gue gak suka sama dengan kebanyakan orang.”
“Terus jangan-jangan lo kira gue itu titisannya si Biru lagi?”
“Ih, dasar! Pasti dapat gosip dari Tara ya?” aku pun kemudian menghujani Biru dengan cubitan.
Sudah sebulan ini Biru menjadi anggota kelas kami dan aku pun semakin akrab dengannya. Sore ini Biru mengajak aku ke rumahnya. Katanya sih dia mau liatin anak-anak anjingnya yang baru lahir. Tentu saja aku seneng banget. Sejak Biru pergi aku belum pernah lagi bermain dengan anjing. Dan sore itu pergi lah aku ke rumah Biru.
“Lo pasti suka deh sama anak-anak anjingnya. lucu-lucu banget, semuanya ada empat ekor,” ujar Biru sambil mengajakku ke bagian belakang rumahnya.
Benar saja. Ternyata anak-anak anjingnya memang lucu-lucu banget. Aku jadi pengen meluk mereka semua. Ukh, jadi inget lagi deh sama Biru.
“Nah, Cy. Salah satu anak anjingnya boleh lo ambil deh. Sebagai ganti anjing lo yang namanya sama dengan gue,” ujar Biru sambil tersenyum jahil.
“Ah, yang bener lo?” seruku tak percaya.
“Iya, gue serius kok. Sekalian...” Biru tak meneruskan kata-katanya.
“Sekalian apa?”
Bukannya menjawab Biru malah mendekatkan tubuhnya di hadapanku.
“Sekalian biar lo inget gue terus.”
“Hah?”
“Iya, gue ini lagi nembak lo tau!”
Apa? Biru nembak aku? Kok gak ada romantis-romantisnya sih? Gak kayak di komik-komik atau teenlit yang sering aku baca.
“Gimana? Mau gak, Cy lo jadi cewek gue?”
“Duh, gimana ya?”
Terima gak ya? Aku pasang tampang pura-pura mikir padahal memang sih aku juga suka sama Biru.
“Em..karena lo udah baik banget mau kasi gue anak anjing...gue mau deh,” ujarku akhirnya.
Biru terlihat kegirangan.
“Nah, lo pilih aja deh anak anjing yang mau lo ambil.”
Aku pun mengambil salah satu anak anjing yang berwarna cokelat dan putih. Mirip sama warnanya Biru.
“Biru...”
“Ya, Cy?”
“Jangan-jangan lo memang reinkarnasi Biru, anjing gue...”ujarku dengan tampang jahil.
“Enak aja! Gue belum pernah tau jadi anjing.”
Kami berdua tertawa. Ah,senangnya aku bisa punya anjing lagi. Makasih ya Biru.
“Eh, anjingnya mau lo kasi nama siapa, Cy?”
“Emm.....gue ada nama yang bagus.”
“Apa?”
“Biru II,” ujarku sambil tertawa.
“....”

happiness is our responsibility

pernah gak terpikir,,,
'kenapa yah mereka bisa bahagia sedang saya tidak? kapan waktu itu tiba pada saya?'

bukankah semua orang itu berhak untuk bahagia,,,atau memang sebenarnya bahagia itu bisa kita ciptakan sendiri dan bukan hanya menunggu si bahagia itu datang sendiri untuk waktu yang ntah kapan.

meminjam kata-kata seorang artis hollywood 'happiness is our responsibility'
mungkin maksudnya kita memang bisa menciptakan kebahagiaan kita sendiri. kenapa harus menunggu punya pacar tajir dan ganteng untuk bisa bahagia,,,kenapa harus nunggu jadi manajer marketing untuk bisa bahagia dan kenapa juga harus punya mobil mewah setara ferari yang lambangnya kuda jingkrak supaya bisa bahagia?

kenapa gak bahagia aja dari sekarang?bahagia karna semua yang sudah dimiliki, kenapa tidak bersukur saja atas apa yang kita punya supaya tidak merasa lelah sendiri memikirkan kebahagiaan orang lain.

seseorang pernah bercerita bahwa ia memperoleh perasaan senang ketika suatu hari berangkat ke kentor dengan menggunakan sepeda dan orang-orang yang mengenalnya menyapa di sepanjang jalan.
simple saja tapi make a happiness kan?;p

membantu seseorang yang sedang membutuhkan, walau bukan hal yang besar juga mampu mendatangkan perasaan bahagia. cukup bersukur atas apa yang kita peroleh maka hidup menjadi berpihak pada kita.

melihat anak kecil bersama bundanya sedang membahas sekolah si anak di dalam angkot pun mampu menimbulkan senyum di hati ini. karna setiap orang bisa menciptakan kebahagiaan sendiri termasuk dari hal yang kecil sekalipun.

kelihatan tidak mudah memang, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. mulailah dengan berdamai dengan diri sendiri ketika merasa tidak bahagia. berdamai bahwa tidak semua keinginan kita bisa terpenuhi begitu saja. karna Tuhan pastinya memberikan apa yang kita butuhkan dan bukan apa yang kita inginkan.

beri waktu untuk diri sendiri merenung dan menghabiskan semua energi negatif yang ada dalam diri untuk kemudian segera menghapus rona duka dan gantikan kembali dengan keceriaan tiada tara. bukan saja akan merasa lebih baik tapi juga mampu membuat orang lain ikut merasakan kebahagiaan dalam hati.


mari kita coba mulai sekarang untuk berbahagia atas apa yang kita miliki ;D

Sabtu, 23 Januari 2010

cinta itu...tidak ada keraguan di dalmnya

cinta...

satu kata yang memiliki banyak arti. meski pada akhirnya cinta itu tidak akan pernah sama untuk semua orang.
sudah tidak terhitung berapa banyak litertatur yang membahas tentang cinta. pada akhirnya cinta itu punya definisi yang berbeda-beda.

terinspirasi dari serial korea sore ini...judulnya lupa ;p (yang ada queen nya dehh)

satu kalimat 'cinta tidak ada keraguan di dalamnya'

memang seharusnya demikianlah cinta, karna ia adalah rasa tertinggi yang bisa dimiliki manusia terhadap sesama.

memang begitulah cinta, karna ia adalah rasa yang menguatkan manusia untuk melakukan banyak hal.

tapi cinta yang satu ini tidak harus menggambarkan hubungan antara sepasang manusia...

cinta tanpa keraguan bisa terwujud ketika seseorang mencintai pekerjaannya maka tidak ada keluhan yang akan keluar dalam pekerjaannya.

cinta tanpa keraguan juga bisa muncul ketika seseorang bersedia untuk membantu sesama dengan keikhlasan.

juga bisa dilihat ketika seorang prajurit bersedia mati untuk membela bangsa dan negaranya, itulah wujud cintanya

atau ketika para ilmuwan melakukan penelitian bertahun-tahun tanpa kenal lelah, berusaha mencari jawaban untuk setiap pertanyaan yang berguna bagi kemaslahatan umat manusia, tentu cinta pada ilmu tidak ada keraguan di dalamnya.

tapi cinta yang besar tanpa keraguan datang dari sebuah keluarga...

keluarga adalah asal mula setiap manusia...keluarga adalah satu-satunya tempat yang bersedia menerima kita kembali seburuk apapun kita. yang bersedia berdiri menjadi penopang di belakang kita ketika jatuh agar kita tidak terlalu merasakan sakit. itu semua karna cinta tidak ada keraguan di dalamnya....

dan tentunya cinta tanpa keraguan yang paling agung adalah cinta Allah terhadap manusia...karna seberapa pun besarnya dosa manusia, Ia tidak akan pernah kehabisan stok ampunannya. seberapa pun jauhnya kita dengan Nya, Ia selalu memberikan kesempatan kita untuk bisa dekat kembali padanya.


jadi kalo masih ada keraguan di dalamnya...bukan cinta donk namanya
;D

perempuan 50% logika

apa pendapat makhluk mars kalau bicara mengenai pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kebanyakan makhluk venus?
pastinya mereka akan bilang "Permpuan itu kalau ngambil keputusan pasti kebanyakan pake perasaan jadinya hasilnya juga penuh emosi"
begitu bukan?mengaku saja lah kalian makhluk dari mars ;p

oke...bertahun-tahun lalu pendapat itu memang tak terbantahkan. hal itu memang benar dan patut diakui perempuan sering kali menentukan keputusan yang bias karna melibatkan perasaan atau sebentar-sebentar berganti-ganti keputusan karna tidak tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan.

tapi sekarang...di saat perempuan sudah merambah ke berbagai dimensi tanpa batasan gender sudah tidak umum lagi perempuan yang menentukan keputusan penuh perasaan sampai akhirnya tetap orang lain yang harus menentukan pilihan untuk dirinya.

saat ini perempuan punya pilihan yang sama banyaknya dengan laki-laki, dan dalam menentukan keputusan sudah tidak ada lagi cerita melowdrama yang menghiasi. just 'take it or leave it'...karna mereka berhak memutuskan apa yang dirasa 'woth it' bagi mereka. dan momen untuk menentukan pilihan ini adalah tantangan yang juga penuh warna-warni. bukankah kita tidak pernah selalu tau hasil yang kita pilih?...

tidak ada lagi kisah drama queen cuma untuk memperoleh perhatian dari para pendatang dari mars karna mereka bisa menghandle perasaan mereka sendiri. menunjukkan sikap mandiri yang kadang masih menimbulkan pandangan sebelah mata dari banyak pihak.

yang jelas makhluk venus selalu bisa bangkit dengan cepat meskipun dihantam badai dahsyat, karna mereka segera memandang ke depan untuk segera menata kehidupan berikutnya. pertimbangan dalam menentukan keputusan tidak sebatas mengandalkan perasaan semata tapi juga logika.

tapi kenapa logika 50%???

karna makhluk venus...seberapa pun mandirinya...seberapa pun tegar dan kuat nya...mereka tetap mengingat akar dari kodrat mereka sebagai perempuan. menjadi kuat tapi juga tetap punya rasa cinta kasih dan bukannya menjadi mati rasa. menjadi tegar tapi juga memperlihatkan sisi kerapuhan yang tertutupi dengan segala keinginan untuk terlihat kuat.

air mata tumpah hanya untuk mengeluarkan energi negatif yang ada dalam diri bukan untuk mengharap iba dari para mars.dan setelah air mata itu mengalir...kembali memancarkan sinar untuk menerangi orang lain.

sinar yang menjadi cerah bagi kehidupan orang lain.tidak ada rasa takut akan apa yang ada di depan karna segala logika yang dimiliki membantu menentukan arah untuk jalan yang mereka inginkan sebagai pencapaian cita-cita mereka.

fur every woman...'just believe'...

;D